UNGGUL DALAM PRESTASI BERLANDASKAN IPTEK DAN IMTAK BERNUANSA IHSAN.

Selasa, 10 September 2013

Program Pengawasan



Program Pengawasan
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses  pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
Pengawasan Proses  Pembelajaran
A. Pemantauan
  • Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
  • Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawacara, dan dokumentasi.
  • Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
B. Supervisi
  • Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
  • Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi
  • Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
C. Evaluasi
  • Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
  • Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara: [a] membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses, dan [b] mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan  kompetensi guru.
  • Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
D. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
E. Tindak lanjut
  • Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar.
  • Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar.
  • Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/ penataran lebih lanjut.

Hakikat Pengawasan Sekolah



Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan dan struktur organisasi persekolahannyapun disusun guna memfasilitasi perwujudan tujuan pendidikan, serta para anggota organisasi, pegawai atau karyawan dipimpin dan dimotivasi untuk men­sukseskan pencapaian tujuan, tidak dijamin selamanya bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang direncana­kan.
Pengawasan sekolah itu penting karena merupa­kan mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubung­an­nya terhadap pe­rencana­an dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins 1997). Holmes (t. th.) menyatakan bahwa ‘School Inspection is an extremely useful guide for all teachers facing an Ofsted inspection. It answers many important questions about preparation for inspection, the logistics of inspection itself and what is expected of schools and teachers after the event’.
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997). Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001).
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan: pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003).
Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan pendidikan/sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998).
Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari: kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan Glover 2000). Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berke­sinambung­an pada sekolah yang diawasinya.
Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya. Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang ber­sangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkat­an mutu pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawas­an memiliki empat dimensi: (1) Support, (2) Trust, (3) Challenge, dan (4) Net­work­ing and Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.

  1. Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.
  2. Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan peng­gambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan.
  3. Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.
  4. Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Net­work­ing and Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder pen­didik­an dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.
Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking. Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya. Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah. Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru.
Berdasarkan rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktivitas profesional pengawas dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui penilaian dan pembinaan yang terencana dan berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan mengidentifikasi dan mengenali kelemahan sekolah binaannya, menganalisis kekuatan/potensi dan prospek pengembangan sekolah sebagai bahan untuk menyusun program pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya. Untuk itu maka pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga langkah tersebut adalah :
  1. Menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah (berdasarkan evaluasi diri dari sekolah).
  2. Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan, guna menyusun program pengembangan sekolah.
  3. Melakukan tindakan pengawasan yang berupa pembina­an/pendampingan untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah.
  4. Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
  1. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
  2. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah,
  3. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya,
  4. Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder,
  5. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu meng­gambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan me­ngembangkan mutu pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.
Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini.
  1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai pengawas.
  3. Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
  4. Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
  5. Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas.
  6. Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profresional pengawas.
  7. Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
  8. Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah binaannya
  9. Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawan­an sosial yang tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.

Sabtu, 07 September 2013

PERATURAN AKADEMIK EKOLAH DASAR NEGERI BEKASI JAYA I TAHUN PELAJARAN 2013/2014



PERATURAN AKADEMIK
EKOLAH DASAR NEGERI BEKASI JAYA I
TAHUN PELAJARAN 2013/2014

        I.            KEHADIRAN SISWA
1.      Hadir setiap hari efektif belajar, masuk kelas pagi pukul 07.00 WIB
2.      Harus berada di dalam ruang belajar 15 menit sebelum pelajaran dimulai
3.     Jika meninggalkan ruang belajar sebelum waktunya harus seijin guru mata pelajaran/guru kelas
5.      Jika meninggalkan sekolah sebelum waktunya harus seijin guru piket dan wali kelas
6.      Pada saat jam belajar tidak keluar kelas
7.      Pada jam istirahat tidak keluar lingkungan sekolah

II.            KETERLAMBATAN HADIR SISWA/SISWI
1.     Dinyatakan terlambat bila hadir setelah bel tanda pelajaran dimulai sudah berbunyi
2.     Guru piket dapat memberikan ijin untuk mengikuti pelajaran berikutnya dengan surat ijin khusus
3.     Guru piket dapat memberikan hukuman nonfisik yang konstruktif, mendidik dan mengarahkan untuk menunggu dilapangan (depan sekolah) sebelum masuk ruang belajar pada jam pelajaran berikutnya
4.     Lima kali terlambat (komulatif) akan mendapat surat pemberitahuan - peringatan (yang ditujukan kepada orang tua)

 III.            KETIDAKHADIRAN SISWA/SISWI
1.     Sakit dinyatakan dengan surat keterangan dokter dari instansi yang berwenang (klinik, puskesmas, dll yang sejenis)
2.     Ijin dinyatakan dengan surat dari orang tua/wali siswa/i.
3.     Tidak menginformasikan ketidak hadiran melalui telepon
4.     Dinyatakan Alpa jika tidak ada pemberitahuan resmi berupa surat dari orang tua atau surat keterangan sakit.
5.     Tiga kali Alpa/tanpa keterangan akan menerima surat pemberitahuan - peringatan kepada orang tua.

 IV.            KERAPIHAN BERPAKAIAN SISWA/SISWI
1.      Penjadwalan penggunaan pakaian seragam sekolah adalah :
a.       Berpakaian Merah Putih pada hari Senin s.d Selasa
b.      Berpakaian Batik  pada hari Rabu dan Kamis
c.       Berpakaian Muslim/muslimah pada hari Jum'at
d.   Berpakaian Pramuka pada hari Sabtu.
2.      Pakaian seragam yang dikenakan harus
a.      Rapih, pantas, tidak terlalu ketat, tidak gombrang, mengenakan kaos dalam.
b.     Mengenakan pakaian olah raga resmi yang sudah ditentukan sekolah pada jam pelajaran olah raga praktek
3.      Mengenakan pakaian seragam resmi sekolah dengan tata cara :
a.      Rok sebatas di bawah lutut dengan baju dimasukan kedalamnya, dan mengenakan ikat pinggang hitam polos
b.      Rok sebatas mata kaki, baju lengan panjang bagi yang berjilbab
c.      Celana (tidak gombrang) dengan baju dimasukan kedalamnya, dan mengenakan ikat pinggang hitam polos.


d.     Tidak mempunyai coret-coretan atau logo tambahan lain
4.       Sepatu yang diperbolehkan hanya berwarna hitam polos dan berkaos kaki putih

    V.            PENAMPILAN DIRI SISWA/SISWI
1.      Rambut siswa tidak menutupi telinga, kerah baju, alis mata, dan tidak diwarna warni
2.      Rambut siswi tidak terlalu pendek, diikat/dibando, tidak diwarna warni
3.      Siswa tidak mengenakan kalung, cincin, gelang dan anting
4.      Siswi tidak mengenakan asesoris dan kosmetik/make up yang berlebihan
5.      Siswi tidak mengenakan cincin, kalung, gelang lebih dari satu
6.      Anting wanita tidak lebih dari satu pasang
7.      Tidak bertato dan tindikan

 VI.            SARANA - PRASARANA BELAJAR SISWA/SISWI
1.     Wajib melengkapi alat-alat kelengkapan belajar sesuai dengan yang telah ditentukan oleh sekolah/ guru
2.     Hanya boleh membawa ke sekolah buku-buku dan alat pembelajaran lain yang ada hubungannya dengan pelajaran
3.     Menggunakan sarana-prasarana belajar di sekolah dengan baik dan benar agar tidak rusak atau hilang
4.     Tidak "mencorat-coret" sarana-prasarana belajar dilingkungan sekolah
5.     Tidak diizinkan membawa kendaraan bermotor

VII.            UPACARA BENDERA
1.    Dilaksanakan setiap hari Senin pagi, dan hari-hari besar nasional
2.    Siswa/siswi yang ditunjuk sebagai petugas upacara harus berlatih, mempersiapkan diri, dan melaksanakan tugas dengan baik
3.    Siswa/siswi wajib mengikuti upacara bendera dengan tertib dan hikmat
4.    Saat mengikuti upacara bendera siswa/siswi mengenakan pakaian seragam lengkap dengan topi
5.     Siswa/siswi yang tidak mengikuti upacara bendera akan diberi sanksi/tindakan kedisiplinan yang sesuai

VIII.            ETIKA DAN SOPAN SANTUN SISWA/SISWI
1.      Wajib menghargai, menghormati, menyapa Kepala Sekolah, Guru, Staff TU, Orang Tua dan sesama pelajar baik dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah
2.     Wajib menjaga/memelihara Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Keindahan, Kenyamanan, dan Kekeluargaan di dalam dan luar lingkungan sekitar SD Negeri Bekasi Jaya I.
3.      Tidak membuat coret-coretan dikelas, lingkungan sekolah dan luar sekolah
4.     Ikut memelihara tumbuhan/taman di dalam maupun diluar lingkungan/sekitar sekolah
5.     Tidak mengganggu/merusak sarana-prasarana belajar disekolah
6.     Wajib menjaga nama baik sekolah di dalam maupun diluar sekolah
7.     Wajib mengenal semua guru yang mengajar maupun yang tidak mengajar dikelas yang bersangkutan

 IX.            LARANGAN
1.      Dilarang mengenakan topi bebas, asesoris dan perhiasan berlebihan
2.      Dilarang jajan pada waktu jam pelajaran berlangsung
3.      Dilarang membawa ponsel/HP
4.      Dilarang keras membawa rokok, minuman beralkohol, narkoba, senjata tajam/api kelingkungan sekolah
5.      Dilarang menerima tamu di dalam kelas dan dilingkungan sekolah tanpa seijin guru piket
6.      Dilarang membawa uang melebihi keperluan belajar disekolah
7.      Dilarang melakukan kegiatan yang merugikan diri sendiri, sekolah dan masyarakat
8.    Dilarang keras melakukan keributan, perkelahian, dan pemerasan.
 9.     Dilarang keras membawa koran/majalah, buku-buku, VCD, yang bersifat porno grafi dan porno aksi
10. Dilarang keras melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban belajar dan ketertiban umum
11. Dilarang keras melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kepribadian pelajar dan kepribadian nasional

    X.            SANKSI - HUKUMAN – TINDAKAN
Siswa/siswi yang melanggar/tidak mematuhi aturan sekolah dan tata tertib siswa dikenakan sanksi-hukuman-tindakan sebagai berikut :
1.      Peringatan lisan
2.      Peringatan tertulis
3.      Pemberitahuan-peringatan kepada orang tua
4.      Panggilan orang tua
5.      Hukuman fisik yang terukur dan mendidik
6.      Penugasan mendidik dan tidak merugikan siswa
7.      Penggantian material tertentu sesuai pelanggaran yang dilakukan
8.      Pemotongan rambut, Pengecatan hitam sepatu, penyitaan barang yang tidak sesuai aturan dan lain lain yang bersifat mendidik
9.      Penundaan belajar (skorsing)
10.  Pengembalian kepada orang tua (dikeluarkan dari sekolah)
11.  Hal tindakan yang menyangkut pidana/perdata yang tidak dapat diselesaikan disekolah akan diserahkan kepada pihak yang berwajib

 XI.            SANKSI KHUSUS
1.  Siswa/siswi yang menggunakan HP pada saat jam pelajaran masih berlangsung disekolah akan dikenakan tindakan berupa penyitaan HP tersebut dan akan dikembalikan kembali kepada orang tua pada saat pembagian raport dan/atau kenaikan kelas dan pada saat kelulusan (untuk kelas VI)
2.    Ketidakhadiran siswa (alpa) yang melebihi 20% dari hari efektif belajar satu tahun tidak memenuhi persyaratan untuk naik kelas
                   3.      Ketidak hadiran siswa (alpa) yang melebihi 15% pada hari efektif belajar (mata pelajaran) per  semester tidak akan tidak akan diikutsertakan dalam kegiatan ulangan semester dan remidial ataupun pada perbaikan nilai di akhir semester